Selasa, 26 Mei 2009

Icha, Allah Menyayangimu

Hmm?. Sekali lagi icha menarik nafas panjang. Hari ini langkahnya terasa gontai. Baru saja ia berpapasan dengan faisal di koridor kampus. andai saja faisal teman biasa, tak mengapa. Masalahnya seminggu yang lalu. faisal mengutarakan niatnya. untuk melamar icha. Bukannya ia tidak suka faisal. Sama sekali bukan itu!. Memangnya siapa yg tak kenal ical? Mahasiswa berprestasi, cerdas, aktif di senat, tajir, dan cakepnya amboi? bak Keanu reeves!!?. Pokoknya modis 200% deh. Hampir semua cewek di angkatannya. adalah fansnya ical. Gilaa?. Apa beneer!? Seloroh mirna temen kuliahnya.? Iya mir? jawab ica pendek . So Whats wrong?, cincaii lah? ambil aja non! Kapan lagi, eh, Jarang loh ical suka pada seorang gadis? lanjut irma sok meyakinkan. Icha hanya melengos? yachhh irma?, ana beda dengan icha yang dulu!? lanjut icha. 

Sejak itu. Icha gak pernah lagi curhat ke orang lain. Pikirnya malah tambah runyam. Wajar saja. Si Faisal yang banyak digandrungi wanita. masih saja tergila-gila dengan icha. Semua teman-temannya mafhum. Icha memang duplikatnya Dian sastro. Bedanya. Icha berjilbab. Banyak temannya yang menyayangkan. Keputusannya dulu untuk berjilbab besar. Duh icha!, dikemanain tuh rambut indah sunsilk?? ucap dini Temanya suatu hari. Duh..duh..Kasian icha! Dasar gaul..! Orang berjilbab kok dianggap aneh.. Trus gimana dong yang masih suka pake U can see! Malah lebih parah ding!. Gak pa pa..Tapi ada juga sih nilai positifnya. Boim dkk yang sejak dulu sering ngegangguin icha, dimanapun dan kapanpun. Dan jadi pelopor icha fans club. Sekarang gak berani lagi. Paling Banter kalo icha lewat. Mereka Cuma bilang, awas!!, ada ustadzah cakep lewat?. Hw…he...he… 

Akhir-akhir ini icha merasa hidupnya berubah. Dari seorang remaja menjadi seorang wanita dewasa. Sebagai wanita normal dia juga tertarik pada pria. Cuma untuk gharizah an nau ini, kudu harus dikontrol, iya gak?! Sering juga sih dia ngebayangin punya keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah, lengkap dengan anak kecil yang lucu2 (duileee!) Tetapi? saat ini, icha merasa tidak sreg dengan orang yang melamarnya. Meski secara pribadi ia kenal faisal sejak SMA. Eh..Sekedar tahu aja ya?. Dulu mereka memang pacaran. Bahkan dinobatkan sebagai the couple of the year saat perpisahan sekolah. Tapi itu dulu waktu zaman jahiliyah non?, nah.. Setelah semester 2 di perguruan tinggi, hubungan mereka putus. Saat itu, icha mulai kenal dengan kajian islam. Ia pun tahu, bahwa berkhalwat dan pacaran itu hukumnya haram. Awalnya icha kenal dakwah Cuma karena sering sholat di mushollla akhwat. Trus Kenalan dengan Kak Yulia, PJ akhwat yang paling disegani disana. Bagaimana tidak disegani? Seniornya ini adalah aktivis kampus, mahasiswi teladan, dan calon dosen di Fakultasnya. Sudah banyak yang melamarnya. (Mungkin aja karena factor facenya mengingatkan orang, pada kareena kapoor. Aktris bollywood. Bikin kaum adam antree... iya Ding!. Zerius). Tetapi sering ditolak dengan halus. Alasannya klise, mo berkarir dulu. Padahal Icha tahu. Sebenarnya Seniornya itu punya kriteria khusus tentang calon pendamping. Beliau menyukai ikhwan yang pemikiran, dan perasaannya sesuai syara', begitupun Aqliyah dan nafsiyahnya. Agar mereka bisa tetap bahu-membahu dalam aktivitas dakwah… Laki2 seperti itu sangat sulit kutemui. Seperti mencari jarum dalam jerami. Kita hanya bisa berdoa & berusaha dik!. Tapi yakinlah jodoh di tangan allah. Ucap kak yulia bijak. 

Sore itu icha ingin lekas pulang, kuliah pak jabir tentang ekonomi pembangunan tidak lagi menarik untuknya. Sampai dikamar. setelah sholat ashar, ia pun duduk di meja belajarnya. Masih terngiang kata2 faisal beberapa hari yang lalu. “cha, dalam waktu dekat ini orangtuaku akan datang dari Amrik. So.. gua mo ngajak beliau untuk ketemu ortumu buat ngelamar” kata ical. Saat itu ica diam saja. Ayah ical memang konglomerat yang lebih banyak di luar negeri. Perusahaannya tersebar di Indonesia. Maklum?., rekanannya Aburizal Bakrie. 

Andai saja?. Andai saja kata2 ical itu didengarnya beberapa tahun lalu. saat ia masih liberal & sekuler. saat ia belum memakai jilbab besar, saat ia belum mengenal dakwah dan harakah, saat ia masih mencari jati dirinya. Mungkin ia akan menerima ical. Tapi sekarang…?

Saat ini icha merasa masih banyak yang belum ia lakukan, ia merasa masih belum siap. Tapi yang utama, ia tidak bisa menerima faisal dari segi akhlak dan kepribadiannya. Baginya lelaki yang ia dambakan adalah lelaki yang bisa mengayominya dunia dan akhirat. Ia teringat kata kak yulia, murabbinya, “mencari pendamping hidup itu tidak gampang, seidealnya lelaki adalah yang paham tentang agama, sebab dari sanalah kebahagiaan hakiki akan terpancar”. Pesan beliau suatu hari sehabis halaqah Kitab Nizhamul Ijtima'i. Hati icha senantiasa berdesir membayangkan ada lelaki seperti itu. Sebenarnya ada satu hal lagi, irfan, temannya. sesama aktivis dakwah, aktif disenat, berotak cemerlang, mahasiswa sederhana, agak pemalu.& senantiasa menjaga iffahnya. Yang ini diakui betul oleh icha. Sebab ia pernah berpapasan dengan irfan, icha pun menegurnya sebab ada keperluan, waktu itu seakan-akan ada tabir yang berada diantara mereka, sampai2 orang disekitar mereka saat itu menyangka mereka sedang musuhan. Masya allah..!!, andai saja mereka tahu, perintah menundukkan pandangan?, gumam icha dalam hati. 

Sebenarnya irfan juga tidak kalah facenya. Sejak dulu sudah lama jadi pembicaraan dikalangan cewek. Masalahnya simple! Baby facenya itu yang mirip won bin. Bikin gak kuat kaum hawa, serius 100 prosen…!! 

Malam itu icha tidak bisa tidur. Baru jam 1 dini hari ia terlelap. Azan zubuh membangunkannya dari pembaringan. Seketika itu ia bangkit, berwudhu, dan sholat . Dalam doanya ia bermunajat kpd allah ?ya allah! Ya tuhanku! Tunjukkanlah jalan keselamatan untukku, tunjukkanlah padaku pilihanMu, aku berlindung kepadaMu , dari hawa nafsuku, dan aku berlindung kepadamu dari keputusanku dan bisikan syaitan !!?. ungkap icha penuh khusyu. 

Sebulan sejak saat itu, ia sudah terlupa, dan mulai menyibukkan diri lagi dengan aktivitas dakwah, halaqah,bersama teman-teman dimajelisnya. Menulis tulisan di mading dan membaca kitab nizamul iijtima'i fil islam mnya syekh taqiyuddin, sedikit banyak membuatnya lupa dari masalah. Baginya,aktivitas dakwah menenangkan jiwa dan perasaanya, dari rutinitas kuliah & dilema yang dihadapinya. sejak aktif dalam harakah dakwah beberapa tahun lalu, icha seakan menemukan jati dirinya. Ia tahu bahwa keberadaan manusia diatas bumi ini. bukan untuk mengejar kepuasan individu semata, tetapi juga kewajiban untuk berjamaah, dan berjuang menegakkan syariat islam. Ia tidak ingin menjadi wanita yang bodoh ditengah ummat, diperbodoh zaman, sama dengan wanita kebanyakan.ia inigin seperti aisyah ra, wanita shalihah ummul mukminin, cerminan kesucian, kehormatan, & keberanian. sekaligus mencapai karir & cita-citanya sebagai seorang ekonom. 

Ayahnya sendiri punya perusahan tekstil. Meskipun tidak begitu besar, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, tongkat estafet pemimpin keluarga mau tidak mau harus diterimanya, meskipun ia wanita satu-satunya. Ibunya sendiri sudah lama tiada. Sejak ia masih SMP. Ia masih ingat ketika wawan, adik keduanya lahir. Ibunya dilarikan ke ICU. Karena perdarahan hebat. Sejak saat itu mereka hidup tanpa belaian kasih ibu. Ayahnya seorang yang bertanggung jawab. Tidak mau menikah lagi. Ia berjanji akan tetap setia pada isterinya. Ia membesarkan ketiga anaknya dengan penuh kasih sayang. 

Hari itu cuaca bulan desember cukup cerah. suasana masih pagi ketika icha bersiap-siap pergi kekampus. Saat ia membuka pintu depan. Ia kaget melihat faisal sudah nankring di depan pagar. Diatas mobil opel blazernya. Ical memanggil, “Hai icha!, mo ke kampus yah...?? Yuk sama2…” sahut ical sambil memmbukakan pintu depan mobilnya, Icha tersenyum, “Ah..makasih yach, tapi ana udah janjian dengan dewi” tolak ica halus. Ical tersenyum nakal, “yah sudah anak manis, gua gak akan maksa. tapi ntar kalo gua udah jadi suami kamu, ente gak akan nolak lagi kan!?”, ujar ical. Icha hanya diam saja. Tak bisa menggambarkan suasana hatinya saat itu. Sampai ical menderumkan mobilnya. Mobil itu baru saja belok di tikungan jalan ketika Dewi, teman akrabnya, datang. Dewi kaget, “ada apa ya? Kok tumben-tumbenan! Sih ical ke rumah antum pagi2??”, Icha pun menjawab sekenanya, “tadi dia ada perlu dengan ana, jadi dia nyamperin sampe kerumah! Gitu non..”, ujar icha beralasan. Dia memang tak mau ada orang lain tahu tentang masalahnya., “Oh gitu yaah..?”, gumam dewi berkelakar. 

“Icha! besok ada mashirah ke gedung DPRD, ikut yah?” ajak dewi lagi. Ketika mereka sudah diatas angkot. Icha jadi semangat, “insya allah wi, klo untuk kepentingan umat sih, no doubt, wajib!!”, ujarnya berkelakar. “ha..ha..ha..”. Mereka pun tertawa bersama sampai2 mengherankan penumpang lain. 

Hari itu, setelah jam pertama. kuliah pak daus tentang ekonomi makro lagi kosong, anak2 pada riuh bersorakan, ditengah keriuhan itu, tampil irfan kedepan ruangan sambil mengambil mikrofon, “assalamualaikum wr wb”, ucapnya berwibawa. Disertai senyumnya yang khas. “Teman2 yang kami hormati. Kami dari hizbut tahrir Indonesia mengundang teman-teman dalam aksi umat menentang sekularisme dan kapitalisasi pendidikan” sahut irfan, “Acara ini bersifat nasional. Dalam rangka menentang kebijakan pemerintah yang menyakiti umat”. Tambah irfan lagi. “Kumpul jam 8 pagi di halaman mesjid agung. kita akan longmarch dari mesjid Agung, sampai ke depan gedung kantor DPRD wilayah semarang, kehadiran teman-teman sangat kami harapkan. demi suksesnya acara umat kali ini!! billahit taufiq wal hidayah wassalamualaikum wr.wb..”, ucap irfan dgn khidmat. Icha hanya bisa menundukkan mata melihat irfan di hadapannya. Baginya irfan adalah sosok pria ideal di hatinya. 

Keesokan paginya sejak jam 8 pagi. Halaman mesjid sudah dibanjiri oleh peserta masiroh dari segala penjuru kota. Tepat pukul 9 massa mulai bergerak menuju kedepan gedung DPRD, peserta kali ini cukup membludak, barisan ikwan didepan, disusul barisan akhwat, dan kendaraan bermotor di belakang, hari itu peserta mencapai puluhan ribu orang, membanjiri kota, tetapi tidak sampai memacetkan jalan raya. Panitia mashirah tampak kewalahan menjaga barisan agar tetap rapi. Ada yang bertugas dokumentasi, ada yang sebagai orator, ada yang menebar selebaran & pamflet. semuanya melebur dalam aksi, tak terkecuali irfan yang diserahi tugas sebagai orator oleh mahliyahnya, memberi semangat kepada peserta mashirah. “Allahu akbar…!!! Allahu akbar…!!!. Saudaraku sekalian!!! panasnya hari ini, tentu belum seberapa dengan panasnya api neraka, yang akan membakar kalian, jika tidak bangkit dan menentang hokum kufur, hukum sekuler. Allahu akbar…!!! Allahu akbar…!!!”. Takbir irfan. sembari membakar semangat jamaah hari itu. 

Siang hari aksi dihentikan. setelah utusan peserta mashirah bertemu dengan anggota DPRD, sambil membacakan surat peryataan sikap. Tepat jam 1 siang selepas zuhur massa pun bubar. 

Hari itu, Sesampai di rumah icha merasa sangat kelelahan sampai-sampai tidak mendengar suara bik inah. Wanita separuh baya yang sudah lama ikut dirumahnya. dari luar kamar membangunkannya. “icha..icha…!!, bangun ada telepon”, ujar bi inah, “dari siapa bi!?”, tanya ica sambil bermalas-malasan di kasur. Pikirnya itu pasti ical. Soalnya belakangan ini dia memang rajin nelpon icha, “dari irfan non..!!”, “katanya ada yang penting tuh..!!” seru bi inah. Icha kaget, “Irffan nelfon? Ada apa ya??”. Tanya icha dalam hati.. Soalnya baru kali ini irfan menelponya. Seakan terloncat dari pembaringan, icha bergegas keluar kamar, menuju meja telepon, “halo, Assalamualaikum” ,sahut ica

Terdengar suara dari seberang, “walaikum salam”, terdengar suara menimpali, “halo, ini irfan, afwan! Ukhti, ana cuman mo nyampein pesan bisa gak kita ketemu besok di mushalla??”, sahut suara dari seberang. “ada apa ya??” ujar icha diplomatis, “ada yang penting ingin ana sampaikan” lanjut irfan. sedikit memaksa. “OK deh jam 1 ba'da zuhur ya..?”, sahut icha. “OK cha? syukron. ya wass..”, ujar irfan. sambil menutup pembicaraan. Seharian itu. Icha bertanya2. Entah apa yang irfan ingin sampaikan. Esok harinya selepas kuliah terakhir. Icha bergegas ke musholla. tepat jam 1 siang, selepas sholat zuhur di musollah, satu persatu jamaah meninggalkan ruangan, icha menungggu cukup lama. sampai2 icha mengira, irfran lupa dengan janjinya. 

Saat itu ia sudah mulai beranjak keluar pintu. ketika terdengar suara yang sangat dikenalnya dari balik hijab. “Assalamualikum. Afwan, ada icha di sebelah?”. Tanya suara dari balik hijab. “Wass. Iya!.... ini ana sendiri?” ujar icha. “Alhamdulliillah icha, ini irfan. Maaf terlambat soalnya ada halaqah dengan MABA”, ujar irfan apologis. “Gak pa-pa. Belum lama kok.!!”, sergah icha meredam suasana yang agak kaku. Irfan menimpali, “afwan! gini loh, ana ingin sampaikan masalah adik saya latifah, dia juga ingin aktif dalam kajian dakwah kita, hanya saja ana kesulitan mencari musrifah untuknya, soalnya adik ana hanya ingin musrifah yang khusus”, sahut irfan penuh tanda tanya., “ana berharap ukhti berkenan menjadi musrifahnya”, ujar irfan. “Oh ya, kalau itu, insya allah dengan senang hati ana gak keberatan, ana bersedia jadi murabbinya. ntar! latifah bisa mulai sabtu ini. Kebetulan Antum tahu kan ruangan tempat akhwat biasa halaqah?. Antar aja kesana. Nanti ana tungguin di sana. Okey..!!”. “Oh ya.. apa sih maksud akhi dengan khusus tadi?, ana masih gak ngerti”. sahut icha penasaran. “Hmmm… Sambil malu2 irfan menimpali, “oh itu?., afwan ukhti!! Sekali lagi afwan. adikku cuman ingin,akwat yang menjadi murabbinya itu, adalah wanita pilihanku, dalam arti calonku”, ujar irfan meyakinkan. Terhenyak rasa hati icha, entah kaget, entah gembira, mendengar penjelasan irfan. Dari bahasannya tadi, irfan bersungguh-sungguh. Tak kuasa air matanya menetes. membasahi pipi icha yang putih bersih. Hari itu seakan-akan allah menjawab doanya. “Antum masih ada disebelah ya?”, tanya irfan merasa tidak di tanggapi, icha tersadar. “Eh iya!.., tapi tunggu fan, antum serius ya..?”, ucap ica dengan nada gembira. “Kalo antum sungguh2, bersumpahlah atas nama allah!?”, ujar icha meminta kepastian. irfan pun menimpali. “Demi Allah!, azza wa jalla hari ini menjadi saksi. Semoga allah mengazabku jika aku berdusta..!!?” ucap irfan dengan tegas. Akhirnya Mereka pun berpisah sambil mengucapkan salam. Sebelumnya ical telah berjanji. untuk segera melamar icha usai mereka wisuda. Cuaca sore itu seakan menggambarkan perasaan hati icha, sampai2 bik inah ikut keheranan. melihat icha yang pulang. lain dari biasanya. Yah begitulah icha kadang murung eh..tiba2 aja langsung gembira.icha? cha? 

Yah.. Malam itu, sholat tahajjud icha sangat khusyu. dalam doanya, ia bermunajat kepada allah, “Ya allah, janganlah engkau pisahkan aku dengan dakwah yang kucintai ini, sekalipun masa memintaku untuk meninggalkannya, ya allah anugerahkanlah kepadaku pasangan hidup yang engkau ridhoi menjadi pembimbingku dunia & akhirat. Dia menyayangiku dan aku pun menyayanginya. Ya Allah, Kekalkanlah kami dalam dakwah. Amin Ya rabbal alamin…”. Selesai sholat ia pun bertafakur di atas sajadah. Entah esok atau entah lusa. Ia sudah menemukan jawaban dari doanya. Ia sudah mantap dengan pilihan hatinya. Malam itu seakan menjadi saksi. atas pilihannya, dalam hati ia berkata icha, Allah menyayangimu, sangat menyayangimu… (for another icha, he still waiting for u..).



Sumber : unknown


desaint

Minggu, 10 Mei 2009

10 Tips untuk Menjadi Suami yang Sukses

1. Tampil rapih, bersih dan wangilah untuk istri anda. Kapan terakhir kali kita para suami pergi berbelanja baju yang bagus? Seperti halnya para suami yang ingin istrinya tampil cantik untuknya maka para istri pun sama yaitu ingin suaminya tampil tampan untuk mereka. Ingatlah bahwa Nabi Muhammad SAW selalu menggunakan siwak jika pulang ke rumah dan beliau menyukai wangi-wangian.

2. Gunakan nama panggilan kesayangan khusus untuk istri anda. Nabi Muhammad SAW memberi nama kesayangan untuk istri-istrinya. Gunakan panggilan kesayangan untuk istri anda yang ia sukai dan jangan menggunakan nama panggilan yang bisa melukai perasaannya.

3. Jangan perlakukan dia seperti halnya nyamuk. Kita tidak pernah memikirkan nyamuk sampai nyamuk tersebut menggigit kita. Dan jangan sampai para suami cuek, membiarkan istrinya seharian penuh dan hanya memberi perhatian ketika istrinya 'menggigit' atau minta diperhatikan. Jangan perlakukan para istri seperti halnya nyamuk; perlakukan mereka dengan baik dan berikan perhatian kepada mereka tanpa harus menunggu 'digigit'.

4. Jika para suami melihat ada yang salah dengan istri mereka, cobalah untuk diam dan tidak mengeluarkan komentar. Seperti itulah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau melihat sesuatu yang tidak cocok pada istri-istrinya. Inilah cara yang hanya dikuasai oleh sedikit laki-laki Muslim.

5. Tersenyumlah ketika anda para suami melihat istri anda dan peluklah mereka dengan rutin. Senyum adalah sedekah bagi tiap Muslim yang melakukannya begitu pun dengan tersenyum kepada istri anda. Bayangkan hidup anda dengan dia yang selalu melihat anda tersenyum. Dan juga ingatlah sebuah hadits ketika Nabi Muhammad SAW mencium istrinya sebelum melaksanakan shalat meski saat itu beliau sedang berpuasa.

6. Berterima kasihlah kepada dia atas semua yang dilakukannya untuk anda. Lalu ucapkan terima kasih lagi. Contohnya ketika makan malam. Istri anda sudah memasak, membersihkan rumah dan banyak lagi pekerjaan yang harus ia lakukan. Dan kadang setelah selesai makan malam ucapan yang ia dapatkan adalah bahwa kurangnya garam dalam sop yang dimasak oleh istri anda. Jangan bersikap seperti itu; berterima kasihlah.

7. Minta kepada istri anda untuk menuliskan 10 hal terakhir yang anda lakukan untuknya yang bisa menyenangkan dia. Lalu lakukan dan kemudian minta lagi. Mungkin akan sulit jika anda menebak sendiri apa yang bisa menyenangkan istri anda. Anda tidak perlu menebak-nebak, tanyakan kepadanya, lalu lakukan dan ulangi terus sepanjang hidup anda.

8. Jangan anggap tidak penting permintaan istri anda. Buat istri anda nyaman. Terkadang para suami mungkin terlihat tidak bersemangat ketika istri mereka meminta sesuatu. Nabi Muhammad SAW mencontohkan kepada kita dalam suatu ketika kejadian Safiyyah RA menangis karena beliau menempatkan dia di onta yang lambat jalannya. Lalu beliau sapu air matanya, menghibur dia dan membawakan onta untuknya.

9. Bercanda dan bermainlah dengan istri anda. Lihat bagaimana Nabi Muhammad SAW sering balap lari dengan istrinya Siti Aisyah RA di gurun. Kapan terakhir kali kita bercanda dan bermain dengan istri kita seperti halnya yang pernah Nabi Muhammad SAW lakukan?

10. Selalu ingat sabda Nabi Muhammad SAW: "Sebaik-baik di antara kamu adalah yang paling baik pada keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku." Cobalah untuk menjadi yang terbaik.


Ditulis oleh : Muhammad AlShareef

Sumber: Islamway.com dengan sedikit modifikasi (forum.dudung.net)


Rabu, 06 Mei 2009

Pernikahan adalah Sekolah Cinta

Pernikahan adalah Sekolah Cinta
Sumber : sobat-Azzam

Bertahun-tahun yang lalu, saya berdoa kepada Tuhan untuk memberikan saya pasangan, "Engkau tidak memiliki pasangan karena engkau tidak memintanya", Tuhan menjawab.

Tidak hanya saya meminta kepada Tuhan,seraya menjelaskan kriteria pasangan yang saya inginkan. Saya menginginkan pasangan yang baik hati,lembut, mudah mengampuni, hangat, jujur, penuh dengan damai dan sukacita, murah hati, penuh pengertian, pintar, humoris, penuhperhatian. Saya bahkan memberikan kriteria pasangan tersebut secara fisik yang selama ini saya impikan.

Sejalan dengan berlalunya waktu,saya menambahkan daftar kriteria yang saya inginkan dalam pasangan saya. Suatu malam, dalam doa, Tuhan berkata dalam hati saya, "HambaKu, Aku tidak dapat memberikan apa yang engkau inginkan."

Saya bertanya, "Mengapa Tuhan?" dan Ia! menjawab, "Karena Aku adalah Tuhan dan Aku adalah Adil. Aku adalah Kebenaran dan segala yang Aku lakukan adalah benar."

Aku bertanya lagi, "Tuhan, aku tidak mengerti mengapa aku tidak dapat memperoleh apa yang aku pinta dariMu?"

Jawab Tuhan, "Aku akan menjelaskan kepadamu. Adalah suatu ketidakadilan dan ketidakbenaran bagiKu untuk memenuhi keinginanmu karena Aku tidak dapat memberikan sesuatu yang bukan seperti engkau. Tidaklah adil bagiKu untukmemberikan seseorang yang penuh dengan cinta dan kasih kepadamu jika terkadang engkau masih kasar; atau memberikan seseorang yang pemurah tetapi engkau masih kejam; atau seseorang yang mudah mengampuni, tetapi engkau sendiri masih suka menyimpan dendam; seseorang yang sensitif, namun engkau sendiri tidak..."

Kemudian Ia berkata kepada saya, "Adalah lebih baik jika Aku memberikan kepadamu seseorang yang Aku tahu dapat menumbuhkan segala kualitas yang engkau cari selama ini daripada membuat engkau membuang waktu mencari seseorang yang sudah mempunyai semua itu. Pasanganmu akan berasal dari tulangmu dan dagingmu, dan engkau akan melihat dirimu sendiri di dalam dirinya dan kalian berdua akan menjadi satu. Pernikahan adalah seperti sekolah, suatu pendidikan jangka panjang. Pernikahan adalah tempat dimana engkau dan pasanganmu akan saling menyesuaikan diri dan tidak hanya bertujuan untuk menyenangkan hati satu sama lain, tetapi untuk menjadikan kalian manusia yang lebih baik, dan membuat suatu kerjasama yang solid. Aku tidak memberikan pasangan yang sempurna karena engkau tidak sempurna. Aku memberikanmu seseorang yang dapat bertumbuh bersamamu".

Ini untuk : yang baru saja menikah, yang sudah menikah, yang akan menikah dan yang sedang mencari, khususnya yang sedang mencari.

J I K A........

Jika kamu memancing ikan.....
Setelah ikan itu terikat di mata kail, hendaklah kamu mengambil Ikan itu.....
Janganlah sesekali kamu lepaskan ia semula ke dalam air begitu saja....
Karena ia akan sakit oleh karena bisanya ketajaman mata kailmu dan mungkin ia akan menderita selagi ia masih hidup.

Begitulah juga setelah kamu memberi banyak pengharapan kepada seseorang... .
Setelah ia mulai menyayangimu hendaklah kamu menjaga hatinya.....
Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja......
Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selagi dia mengingat... ..

Jika kamu menadah air biarlah berpada, jangan terlalu mengharap pada takungannya dan janganlah menganggap ia begitu teguh......cukuplah sekadar keperluanmu. ......
Apabila sekali ia retak tentu sukar untuk kamu menambalnya semula......
Akhirnya ia dibuang..... .
Sedangkan jika kamu coba memperbaikinya mungkin ia masih dapat dipergunakan lagi.....

Begitu juga jika kamumemiliki seseorang, terimalah seadanya.... .
Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya Begitu istimewa....
Anggaplah ia manusia biasa.
Apabila sekali ia melakukan kesilapan bukan mudah bagi kamu untuk menerimanya. Akhirnya kamu kecewa dan meninggalkannya.
Sedangkan jika kamu memaafkannya boleh jadi hubungan kamu akan terus Hingga ke akhirnya.... .

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi yang pasti baik untuk dirimu. Mengenyangkan. Berkhasiat. Mengapa kamu berlengah, coba mencari makanan yang lain....
Terlalu ingin mengejar kelezatan. Kelak, nasi itu akan basi dan kamu tidak boleh memakannya. kamu akan menyesal.

Begitu juga jika kamu telah bertemu dengan seorang insan yang membawa kebaikan kepada dirimu. Menyayangimu. Mengasihimu. Mengapa kamu berlengah, coba bandingkannya dengan yang lain. Terlalu mengejar kesempurnaan. Kelak, kamu akan kehilangannya; apabila dia menjadi milik orang Lain kamu juga akan menyesal.

Semoga bermanfaat.


desaint

Selasa, 05 Mei 2009

Kisah Nyata : Aku Datang Maisya

Aku telah dilanda keinginan mengebu untuk menikah. Bahkan sudah kujalani semua cara agar cepat bisa melaksanakan sunah Rasul yang satu ini. Malah aku selalu mengimpikannya di tiap malam menjelang tidur.

Gadis yang kuidamkan sejak kecil, bahkan menjadi teman main bersama, ternyata dinikahi orang lain. Padahal dia sudah ngaji. Sedih juga rasanya. Ada juga yang aku dapatkan dari orang yang aku kenal baik, dan sudah kujalani “prosedurnya”. Tapi ternyata kandas karena aku dinilai masih terlalu muda untuk menikah.

Akhirnya , aku kenal dengan seseorang yang sesuai dengan kriteria. Aku mengenalnya dengan perantaraan teman dekatku. Jujur saja, aku telah mendapat biodatanya, juga gambaran wajahnya. Langsung saja kukatakan pada teman dekatku bahwa aku sangat-sangat setuju.

“Eh, ente (kamu) harus ketemu dulu dan tahu dengan baik siapa dia,” kata temanku.

Tapi kujawab enteng, “Tapi ane (aku) langsung sreg kok”.

“Ya sudah, terserah ente aja lah,” sahut temanku sambil geleng-geleng kepala.

Karena aku yakin pacaran jelas-jelas dilarang dalam Islam sebab hal itu adalah jalan menuju zina, aku pun tak menjalaninya. Jangankan zina, hal-hal yang akan mengarahkan kepadanya saja sudah dilarang. Oleh karena itu, aku hanya menunggu waktu kapan ada pembicaraan awal antara aku dan Maisya (akhwat incaranku itu). Sabar deh, sementara ikuti saja seperti air mengalir.

Lewat kurang lebih 2-3 minggu mulailah terjadi pembicaraan antar aku dan Maisya. Ketika kuberanikan diri memulai pada poin yang penting yaitu mengungkapkan niatku untuk menikahinya, apa jawabnya? Aku disuruh menghadap murabbinya (guru/pembimbing).

“Kenapa tidak ke orang tua Maisya saja?” tanyaku.

“Tidak, pokoknya akhi (saudara lelaki) harus ketemu dulu sama Murabbi saya.” jawabnya.

Aku baru tahu, ada seorang akhwat ketika ada yang ingin menikahinya disuruh menghadap Murabbinya, bukan orang tuanya. Padahal, di antara birrul walidain adalah menjadikan orang tua sebagai orang yang pertama kali diajak diskusi tentang pernikahan, bukan gurunya, ustadznya, atau siapa pun. Barulah kutahu itu merupakan kebiasaan akhwat-akhwat tarbiyah (pergerakan).

***

Aku catat alamat murabbi (MR) yang Maisya sebutkan. Pada hari Ahad kuajak 2 teman dekatku untuk menemani ke rumah sang MR. Dengan sedikit kesasar akhirnya sampailah kami di rumahnya. Tapi setelah pencet tombol tiga kali dan “Assalamu’alaikum” tiga kali tak dibuka, kami pun pulang dengan agak kecewa, sebab siang itu adalah jam 2, saat matahari sangat terik menyengat.

Kutelepon Maisya bahwa aku tak bisa ketemu MR-nya. Maisya membolehkanku hanya dengan menelepon MR. Malam itu juga aku pun menelepon dan alhamdulillah nyambung. Aku ditanya segala macam yang berkaitan dengan agama. Dari masalah belajar, kerja, ngaji, tarbiyah, murabbi-ku, ustadz yang sering kuikuti kajiannya, sampai buku-buku yang sering kubaca. Juga, pertanyaan-pertanyaan tambahan lainnya.

Dengan polos dan santai kujawab pertanyaan-pertanyaan itu. Yang membuatku heran, ketika kusebutkan nama ustadz-ustadz yang sering kuikuti kajiannya sampai, nada MR agak beda dari awal pembicaraan. Terutama ketika kusebutkan kitab-kitab yang sering kujadikan rujukan dalam memahami agama. Aku belum tahu kenapa bisa begitu.

Kuceritakan pembicaraan itu pada teman dekatku. Ternyata temanku menjawab dengan nada menyesal.

“Aduh, kenapa tidak bicarakan dulu denganku. Ente tahu? Kalau akan menikahi akhwat tarbiyah sedang ente tidak ikut dalam tarbiyah atau liqa’ tertentu dan punya MR, maka ente otomais akan ditolak. Apalagi ente sebutkan nama-nama ustadz, buku-buku dan para syeikh Timur Tengah, bakalan ditolak deh, itu sudah ma’ruf (populer).”

“Lho kan ane jawab jujur, saat ini ane tidak ikut tarbiyah, atau apa namanya tadi, liqa’? Ya memang aku tak ikut. Ane juga nggak punya MR dong. Oo.., jadi begitu ya?” aku hanya melongo.

***

Beberapa hari kemudian, aku dapat telpon dari Maisya yang menjadikan hatiku sedikit hancur.

“Assalamu’alaikum, akhi saya sudah mempertimbangkan semuanya, mungkin Allah belum menakdirkan kita berjodoh. Semoga kita sama-sama mendapatkan yang terbaik untuk pasangan kita, saya minta maaf, kalau ada kesalahan selama ini, Assalamu’alaikum,”

“Kletuk, nuut nuut nuut” terdengar suara gagang telpon ditutup dan nada sambung terputus.

Aku masih memegang gagang telepon dan hanya bisa melongo mendapat jawaban tersebut. Kutaruh gagang telpon dengan lunglai. “Astagfirullah,” kusebut kata-kata itu berulang kali. Apa yang harus kuperbuat? Tak tahu harus bagaimana. Tapi sohib dekatku yang dari tadi memperhatikanku waktu menelepon nyeletuk .

“Ditolak ya? Udah deh, kan masih banyak harem (wanita) lain, ngapain ngejar-ngejar ngapain ngejar-ngejar yang sudah jelas-jelas nolak.”

Aku jawab saja dengan ketus, “Ane belum nyerah, karena ada janggal dalam pemolakan it, ane belum yakin dia menolak, akan ane coba lagi”.

“Udah deh jangan terlalu PD,” sahut sohibku.

Ternyata bener juga kata temanku itu, jawaban-jawabanku kepada MR menyebabkan aku ditolak oleh Maisya. Aku dipandang beda manhaj dalam memahami Islam, padahal yang kusebutkan waktu menjawab pertanyaan tentang buku-buku rujukan adalah Fathul Majiid, Al-Ushul Al-Tsalatsah, dan kitab-kitab karya Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, Syeikh Abdul Aziz bin Baz, Syeikh Muhammad Shalih Utsaimin, yang semuanya aku tahu bahwa mereka selalu mendasarkan bahasannya kepada dalil-dalil yang shahih.

Hatiku sudah terlanjur cocok sama Maisya. Jujur aku sudah merasa sreg sekali kalau Maisya jadi pendamping hidupku. Tapi aku ditolak. “Apa yang harus kuperbuat?” kataku dalam hati. Menyerah kemudian mencari yang lain? Baru begitu saja kok nyerah.

Tanpa sepengetahuan sohibku, kutulis surat ke orangtua Maisya. Yang kutahu bahwa dia hanya punya ibu. Bapaknya sudah meninggal saat Maisya berumur 8 tahun. Kutulis surat yang isinya kurang lebih tentang proses penolakan itu. Juga janjiku jika ditolak oleh ibunya, maka aku akan menerima dan tak akan menghubunginya lagi.

Dengan penuh harap kukirim surat tersebut, tak disangka ternyata surat itu sampai di tangan Maisya dan dibacanya. Alamak, kenapa bisa begitu? Untuk beberapa hari tidak ada respon. Gundah gulana pun datang. Apa yang harus kulakukan?

Kuputuskan untuk mengirim surat ke Maisya langsung. Semuanya aku ungkapkan dengan bahasa setengah resmi tapi santai. Aku memang sedikit ndableg. Di penghujung surat tersebut kukatakan, “Kalau memang Allah takdirkan kita tidak jodoh, saya punya satu permintaan, tolonglah saya untuk mendapatkan pendamping dari teman-teman Maisya yang Maisya pandang pas untuk saya, minimal yang seperti Maisya.”

Kupikir Maisya akan “tersungkur” dengan membaca suratku yang panjang lebar. Aku berpikir seandainya ada orang membaca suratku, pasti akan mengatakan “rayuan gombal!”. Tapi jujur saja, itu berangkat dari hatiku yang paling dalam.

Surat kedua itu, qadarallah ternyata malah diterima dan dibaca oleh ibu Maisya dan kakak perempuannya. Nah, dari situkah terjadi kontak antara aku dan keluarganya. Tak disangka-sangka kudapat telpon dari kakak perempuan Maisya, Kak Dahlia (tentu saja bukan nama asli). Kak Dahlia menelepon dan memintaku untuk datang ke rumahnya guna klarifikasi surat tersebut.

***

Seminggu kemudian kupeniuhi undangan itu. Setelah bertemu dan “sesi tanya-jawab” , dengan manggut-manggut akhirnya Kak Dahlia angkat bicara,

“Baiklah, kakak sudah dengar cerita kamu, saya heran kenapa Maisya menolakmu, ya? Padahal menurut hemat kakak, kamu pantas diterima kok”.

Hatiku berbunga-bunga mendengarnya,. Tapi langsung surut lagi karena pernyataan itu datang dari Kak Dahlia bukan Maisya. Aku sedikit senyum kecut menanggapi omongan kak Dahlia.

“Begini aja deh, kamu sekarang pulang dulu. Biar nanti kakak dan Umi yang akan rayu Maisya. Pokoknya kamu banyak doa aja. Pada dasarnya kami setuju kok sama kamu.”

Aku izin pulang dengan sedikit riang gembira. Mulutku hanya bergumam penuh doa, semoga Allah mengabulkan cita-citaku. Kira-kira 2 minggu setelah itu kudapat telpon lagi dari Kak Dahlia agar aku ke rumahnya. Dia bilang aku harus bertemu langsung dengan Maisya. Hatiku pun berdebar. Dengan sedikit gagap aku iyakan undangan itu. “Besok deh Kak, insyaAllah saya datang,” jawabku.

Aku duduk di kursi ruang tamu yang sama untuk kedua kalinya. Sedikit basa-basi Kak Dahlia mengajakku ngobrol tentang hal-hal yang belum ditanyakan pada pertemuan sebelumya. Kurang lebih 10-15 menit Kak Dahlia memanggil Maisya agar ke ruang tamu menemuiku. Dadaku berdegub. Inilah saatnya aku nadhar (melihat) bagaimana rupa Maisya yang sebenarnya. Apa sama seperti yang kubayangkan sebelumnya? Jangan-jangan tidak sama. Lebih jelek atau bahkan lebih cakep dari aslinya. Tunggu saja deh.

Tidak lama kemudian keluarlah sosok makhluk Allah yang bernama Maisya. Aku tetap menjaga pandanganku. Tapi jujur saja, tak kuasa kucuri pandang untuk yang pertama kalinya. Bahkan seharusnya untuk acara nadhar biasanya lebih dari mencuri pandang, karena memang dianjurkan oleh Rasulullah. Tapi bagiku sangat cukup melihatnya sekali-kali. Aku hanya bisa mengatakan dalam hatiku tentang Maisya, subhanallah! Aku tak bisa ceritakan kepada pembaca karena itu hanya untukku saja.

Tak sadar keringat dingin mengalir dari pelipis. Ada apa gerangan? Kenapa rasanya agak grogi? Ah, aku harus teguh dan tangguh hadapi semua ini. Obrolan pun mulai bergulir. Dari mulai pertanyaan-pertanyaan agama secara umum sampai diskusi tentang kerumahtanggaan. Kurang lebih satu jam aku di rumah itu. Aku pun pamit sambil memberikan hadiah-hadiah buku-buku kecil tentang agama.

Di bus kota aku senyum-senyum sendirian. Seakan-akan bus itu adalah bus patas AC padahal sebenarnya hanya bus ekonomi yang panas dan penuh asap rokok. Tapi semua itu tidak kurasakan. Kuberdoa semoga rayuan Kak Dahlia berhasil.

Ternyata benar, beberapa hari kemudian aku ditelepon Maisya, kali ini menanyakan kelanjutan proses kami kemarin. Kujawab jika dibolehkan akan kuajak keluargaku di waktu yang kutentukan. Di penghujung pembicaraan, Maisya setuju dengan tawaranku.

Kutanya ke sana ke mari tentang barang-barang apa yang pantas dibawa ketika meng-khitbah seorang wanita. Kubeli sebuah koper kecil dan kuisi dengan barang-barang seperti bahan pakaian, komestik, sepatu, dan sebagainya. Tak lupa aku bawakan buah-buahan seadanya. Hal ini sebenarnya sudah kutanyakan kepada Maisya, tapi Maisya hanya menjawab terserah aku mau bawa apa saja pasti dia akan terima. Duh…, senangnya.

Sebelumnya aku lupa, ternyata Maisya masih punya darah Arab dari ibunya. Bahkan, ibunya punya nasab Arab yang dikenal di Indonesia sebagai Habib (Orang Arab yang mengaku punya garis nasab langsung dengan Rasulullah). Padahal setahuku Rasulullah tak punya keturunan laki-laki yang kemudian punya anak. Yang ada hanya Fatimah yang diperistri oleh Ali bin Abi Thalib. Sedangkan dalam Islam, darah nasab hanya sah dari garis bapak atau lelaki. Jadi, mungkin yang dimaksud mereka adalah keturunan dari Ali bin Abi Thalib.

Satu hal yang perlu diketahui, bahwa dalam adat orang Arab terutama golongan Habaib atau Habib, wanita mereka pantang dinikahi oleh non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Alasan yang populer adalah mereka merasa lebih mulia dari keturunan non Arab. Bahkan, sebagian mengharamkannya. Aku pun harus siap dengan apa yang akan aku hadapi nanti. Bisa jadi ditolak atau tidak. Dan yang ada di depan mataku adalah ditolak.

Aku datang sekeluarga dengan naik Taksi. Aku tidak punya mobil. Dari mana aku punya mobil sedangkan aku baru bekerja setahun? Sambutan hambar kudapatkan ketika memasuki ruang tamu. Di situ sudah hadir ibu-ibu yang merupakan keluarga besar dari ibu Maisya. Anehnya,di acara itu tidak hadir laki-laki dari pihak keluarga besar Maisya.

Kemudian acara dilanjutkan dengan saling memberi sambutan. Namun yang kutunggu hanya momen di mana Maisya menerima lamaranku dari mulutnya sendiri. Saat itu pun tiba. Dengan agak malu-malu dan terbata-bata Maisya menerima lamaranku.

Diakhir acara ketika hari penentuan hari “H” dan bentuk acaranya. Ada salah satu dari anggota keluarga Maisya yang menanyakan uang untuk walimah nanti. Aku hanya menjawab bahwa hal itu sudah kubicarakan dengan Maisya. Tapi dia memaksaku untuk menyebutkan jumlahnya. Aku tetap tak mau menyebutkan. Rupanya orang tadi kecewa berat dengan jawabanku.

Setelah acara selesai, aku pamit. Sedikit lega kulalui detik-detik mendebarkan. Aku bersyukur kepada Allah yang meloloskan diriku pada babak berikutnya dalam usaha mengamalkan sunah Rasulullah yang mulia ini.

Ternyata ujian belum selesai juga. Maisya didatangi keluarga besarnya dengan membawa lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Lamaranku ditimpa oleh lamaran orang lain. Orang yang akan dijodohkan dengan Maisya masih punya hubungan keluarga. Mereka datang dengan mobil, membawa makanan banyak sekali, uang lamaran, dan juga perhiasan.

Apa yang kubawa kemarin tidak ada apa-apanya dibanding dengan yang dibawa pelamar kedua ini. Tapi subhanallah, apa yang Maisya lakukan? Maisya tak mau menemuinya. Maisya tak menerima lamarannya.

Bahkan setelah rombongan itu pulang dan meninggalkan bawaan mereka sebagai lamaran untuk Maisya, apa yang Maisya lakukan? “Kembalikan semua barang bawaannya dan jangan ada yang menyentuh walau untuk mencicipi makanan, kembalikan dan jangan ada yang tersisa di rumah ini.” Aku dapatkan cerita ini dari kak Dahlia yang meneleponku.

Mendengar semua ini, tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku. Padahal aku adalah lelaki yang selama ini selalu berpantang untuk menangis. Saat itulah aku mulai yakin bahwa Maisya harus kudapatkan, sekali pun harus menghadapi hal-hal yang menyakiti hatiku.

***

Beberapa hari kemudian aku mendapat telepon dari seorang ibu yang mengaku bibi Maisya. Ketika kutanya namanya dia tak mau menyebutkan. Malah dia nyerocos panjang lebar tentang acara lamaranku kepada Maisya. Dengan nada sinis dan tinggi dia mulai merayuku untuk membatalkan lamaranku. “Saya kasih tau ya! Kamu kan baru bekerja belum satu tahun, belum punya rumah dan mobil. Sedangkan Juli Jajuli (bukan nama asli) kan sudah punya kerjaan, rumah besar, mobil ada dua. Jadi, kamu batalkan lamaran. Biar Maisya menerima lamaran Jajuli. Kamu kan bisa cari yang lain.”

Hhh! Betapa mendidih mendengar ocehan sinis itu. Tapi aku langsung kontrol diri. Aku jawab dengan suara pelan dan sopan bahwa aku akan terima hal itu dengan ikhlas tanpa ada paksaan dari siapa pun. Sebelum kudengar langsung dari mulut Maisya, aku tak akan pernah membatalkan lamaranku. Gubrakkkk!, terdengar suara gagang telepon dibanting, padahal jawabanku belum selesai.

Suatu hari di tengah kesibukanku, datanglah seorang wanita sekitar umur 25-30 tahun ke kantorku. Tanpa permisi dan sopan santun dia menghampiriku, “Kamu yang melamar Maisya? Kamu tuh ga tahu diri ya? Belum jadi menantu saja sudah belagu,” cerocosnya.

“Mohon tenang dulu, apa masalahnya? Ayo kita duduk dulu di sini jelaskan dengan pelan,” sambutku dengan sabar.

“Kamu tuh kalo ngasih alamat yang jelas, biar mudah dicari, saya sudah muter-muter mencari alamatmu tapi ternyata tidak ketemu-ketemu, apa kamu mau mempermainkan kami?” tukasnya sambil menunjukkan kartu namaku.

“Apa tadi ente tidak tanya sama orang-orang?” tanyaku.

“Tidak!” jawabnya ketus.

“Ya jelas pasti kesasar, seharusnya ente tanya-tanya dong,” sahutku.

“Aaah udah deh jangan banyak alasan,” jawabnya. “Eh aku kasih tau ya, kau tuh jangan pernah macam-macam dengan keturunan Nabi, kuwalat loh!”, ancamnya.

Dengan sedikit senyum kujawab ancamannnya, “Kalo Nabi punya keturunan seperti ente, pasti Nabi akan sangat marah pada ente. Wanita kok pakai celana jeans, kaos ketat, dan tidak berjilbab. Nabi tentu akan malu jika punya keturunan seperti ente.” Wanita itu kabur sambil ngomel-ngomel entah apa yang dia katakan.

Kejadian itu membuat hatuku semakin was-was dan khawatir. Kalau demikian dengkinya mereka dengan pernikahanku bersama Maisya, maka bisa jadi mereka akan lebih jauh lagi dalam memberikan “teror”. Akankah mereka menghalangiku sampai pelaksanaan hari “H”? Wallahu a’lam.

Yang jelas sebelum aku tanda tangan surat nikah yang disediakan penghulu, maka aku belum bisa menentukan bahwa Allah takdirkan aku menikahi Maisya. Semuanya bisa terjadi. Sabarkanlah diriku ya Allah.

Dari telepon pula aku tahu bahwa Maisya sempat disidang oleh keluarga besarnya untuk membatalkan pernikahan denganku. Tapi dia lebih memilih akan kabur dari rumah dan tetap menikah denganku. Padahal keluarganya memberi pilihan: batal nikah atau putus hubungan keluarga.

***

Undangan mulai kucetak. Sederhana sekali karena aku memang tidak punya biaya banyak untuk pernikahan ini. Aku tidak punya saudara di kota tempat Maisya tinggal. Jadi undangan yang banyak hanya untuk keluarga, tetangga, dan kenalan Maisya.

Hari H semakin dekat. Persiapan juga semakin matang. Aku terharu lagi ketika ditanya, “Akhi siapnya ngasih berapa untuk persiapan ini? Tapi jangan merasa berat dan terpaksa, kalau tidak ada ya nggak apa-apa.” Aku hanya bisa tergagap menjawabnya. Ku katakan bahwa aku akan mendapat sumbangan dari kantorku tapi perlu proses untuk cair, jadi sementara aku hanya bisa beri sedikit. Itu pun sudah kupaksakan pinjam ke sana-sini. Tapi Maisya menyambut hal itu dengan tanpa cemberut sedikitpun. Subhanallah.

Panitia pernikahan dari ikhwan sudah aku siapkan. Aku bertekad bahwa pernikahan ini harus seislami mungkin, di antaranya memisahkan antara tamu pria dan wanita walau mungkin akan mendapatkan respon yang bermacam-macam. Aku tak peduli.

Keluarga Maisya pun tak tinggal diam. Di antara mereka ada yang memintaku agar busana Maisya pada saat penikahan nanti adalah busana pengantin pada umumnya. Astaghfirullah, usulan yang sangat berlumuran dosa. Jelas kutolak mentah-mentah.

Ada juga yang nyeletuk agar pernikahan kami dihibur dengan orkes atau musik gambus dan yang sejenisnya. Tapi itu pun aku tolak. Ternyata sampai mendekati hari H pun aku harus beradu urat syaraf dengan mereka.

Tibalah saatnya kegelisahanku yang paling dalam. Aku sedang berpikir bagaimana jadinya jika ada yang mengacaukan pernikahanku. Aku punya seorang saudara marinir. Aku telepon dia dan kuwajibkan datang. Kalau perlu pakai seragam resmi lengkap. Aku akan jadikan dia sebagai pengamanan tambahan. Karena pengamanan Allah lebih kuat, bahkan tidak perlu ada pengamanan tambahan. Itu hanya ikhtiar saja. Malam hari “H” dia datang dan siap menghadiri acara nikah besoknya.

Aku minta bantuan teman lamaku untuk mengantarku pakai Kijang. Teman senior kantorku yang sudah aku anggap orang tuaku juga siap mengantar pakai Panther, bahkan dialah yang akan memberi sambutan dari pihak mempelai pria.

Dengan sedikit gemetar dan mata sedikit basah, aku lalui proses ijab kabul yang sederhana tanpa disertai ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti sungkem, injak telor, membasuh kaki, dan sebagainya.

Tangisku meledak ketika berdua dengan Maisya untuk pertama kalinya. Tangis makin dahsyat saat aku menghadap ibuku. Kupeluk erat-erat ibuku, kakakku, dan saudara yang mendampingiku.

Subhanallah, aku sudah menjadi seorang suami. Aku menjadi kepala keluarga yang didampingi oleh Maisya yang aku dapatkan dengan “darah dan air mata”. Akhirnya kulalui rumah tangga ini dengan segala bunga rampainya sampai dikaruniai beberapa anak yang lucu-lucu. Semoga dapat aku lalui kehidupan ini dengan diiringi bimbingan dari yang Maha membolak balikkan hati, sehingga hatiku tetap teguh dengan agama-Nya.

Suami Maisya
Diambil dari Buku “Semudah Cinta Di Awal Senja” Terbitan Nikah Media Samara

Sumber: http://maramissetiawan.wordpress.com/2008/06/16/kisah-nyata-aku-datang-maisya/